RINGKASAN
EKSEKUTIF
1.
Latar Belakang
Untuk dapat
melaksanakan intervensi yang terkait dengan ketahanan pangan dan gizi,
Pemerintah Indonesia masih terus meningkatkan sarana untuk penentuan target
intervensi sasaran secara geografis. Dewan Ketahanan Pangan (DKP) dan World Food Programme (WFP) mengembangkan
bersama-sama Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas - FSVA). FSVA dimulai tahun
2005, pada waktu itu masih dengan nama Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas - FIA). Peluncuran
FIA 2005 tingkat nasional ternyata masih menyebabkan kesalahpahaman mengenai
pengertian pemeringkatan kabupaten “rawan pangan”. Kata kerawanan pangan (food insecurity) diindikasikan secara
langsung bahwa kabupaten-kabupaten peringkat bawah adalah kabupaten yang semua
penduduknya rawan pangan. Kemudian pada tahun 2009, Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas - FIA) berubah menjadi
Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food
Security and Vulnerability Atlas - FSVA) untuk menghindari kesalahpahaman
pengertian tersebut. Perubahan FIA menjadi FSVA dilakukan dengan pertimbangan
untuk memperjelas pengertian mengenai konsep ketahanan pangan berdasarkan tiga
dimensi ketahanan pangan (ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan) dalam
semua kondisi bukan hanya pada situasi kerawanan pangan saja.
FSVA Nasional
2009 mencakup 346 kabupaten dari 32 provinsi yang diluncurkan oleh Dewan Ketahanan
Pangan (DKP) dan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi bekerjasama dengan World Food Programme (WFP). FSVA 2009
diluncurkan secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 24 Mei
2010 dan dijadikan sebagai alat yang penting dalam melakukan pentargetan
wilayah kabupaten yang paling rawan untuk intervensi ketahanan pangan dan gizi.
Pada tahun 2010 dan 2011 penyusunan FSVA ada di tingkat provinsi dimana
analisisnya dipertajam sampai level kecamatan. Penyusunan FIA 2005, FSVA
Nasional 2009 dan FSVA Provinsi 2010 dan 2011, wilayah perkotaan tidak
diikutsertakan sebab ketahanan pangan perkotaan memiliki karakteristik
tersendiri yang berbeda dengan kabupaten sehingga perlu dianalisa secara
terpisah.
Pada tahun 2012,
FSVA dilanjutkan dengan FSVA Kabupaten dengan tingkat analisis sampai tingkat
desa. FSVA Kabupaten ini menggunakan indikator yang berbeda dengan FSVA
Nasional maupun FSVA Provinsi karena ada beberapa hal yang menjadi
pertimbangan, yaitu karakteristik desa berbeda dengan karakteristik kabupaten
dan kecamatan, serta ketersediaan data sampai tingkat desa.
Bersama ini,
Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun Peta Ketahanan
dan Kerentanan Pangan (Food Security and
Vulnerability Atlas - FSVA) dengan level pada tingkat desa.
2.
Tujuan FSVA
Seperti halnya FIA, FSVA menyediakan sarana bagi pengambilan kebijakan
dalam hal penentuan sasaran dan memberikan rekomendasi untuk intervensi
kerawanan pangan dan gizi di tingkat Kabupaten dan Kecamatan. Berdasarkan
analisis komposit terhadap indikator yang terkait dengan ketahanan pangan yang
berasal dari data sekunder dengan menggunakan alat analisis Principal Componen Analysis (PCA) dan Cluster Analysis, FSVA dapat menjawab
tiga pertanyaan kunci terkait ketahanan dan kerawanan pangan yaitu: Dimana daerah yang paling rawan
ketahanan pangannya (per desa); Berapa
banyak penduduk (perkiraan penduduk); dan Mengapa mereka paling rawan (penentu utama untuk kerentanan
terhadap kerawanan pangan).
3. Daerah
Rentan terhadap Rawan Pangan yang Memerlukan Priorotas Lebih Tinggi (Di Mana,
Berapa Banyak dan Mengapa)
Analisis komposit
terhadap indikator yang terkait dengan ketahanan pangan dengan menggunakan alat
analisis Principal Componen Analysis
(PCA) dan Cluster Analysis digunakan
untuk menjawab ketiga pertanyaan di atas dengan memetakan 236 desa yang ada di
Kabupaten .Musi Banyuasin Di antara 236 desa tersebut, maka didapatkan 21 desa (Prioritas 1), 51 desa (Prioritas 2) dan 27 desa (Prioritas 3), dengan jumlah
penduduk sekitar 592.780 jiwa (Podes, 2011). Sementara 137 desa lainnya dikelompokkan menjadi
Prioritas 4 - 6,
yang terdiri dari: 104 desa (Prioritas 4), 12 desa (Prioritas 5) dan 21 desa (Prioritas 6). Perhatian yang lebih besar perlu diberikan kepada
Kecamatan yang termasuk dalam Prioritas 1 – 3.
Terdapat 99 desa Prioritas 1, 2 dan 3
terdapat di Kecamatan Sanga Desa sebanyak 6 desa (6 %), Kecamatan Batanghari
Leko sebanyak 5 desa (5 %), Kecamatan Plakat
Tinggi sebanyak 8 desa (8 %), Kecamatan Lawang Wetan sebanyak 9 desa ( 9 %), Kecamatan Sungai Keruh sebanyak 11 desa ( 11 %), Kecamatan Sekayu sebanyak 2 desa ( 2 %), Kecamatan Lais sebanyak 10 desa ( 10 %), Kecamatan Keluang sebanyak 6 desa ( 6 %), Kecamatan Babat Supat sebanyak 2 desa ( 2 %),.
Kecamatan yang
rentan terhadap kerawanan pangan dan termasuk katagori 1 secara umum disebabkan
oleh: (1) Akses Panghubung yang memadai, (2) Jumlah
penderita gizi Buruk, (3) Jumlah Toko/warung kelontong, dan (4) Jumlah sarana/Fasilitas Kesehatan.
Kecamatan yang
rentan terhadap kerawanan pangan dan termasuk katagori 2 secara umum disebabkan
oleh: (1) Akses Panghubung yang memadai, (2) Jumlah Penderita Gizi Buruk, (3) Jumlah Toko/warung kelontong, (4) Persentase
penduduk Miskin dan (5) Jumlah
Sarana/Fasilitas Kesehatan.
Kecamatan
yang rentan terhadap kerawanan pangan dan termasuk katagori 3 secara umum
disebabkan oleh : (1) Jumlah Penderita Gizi Buruk, (2) Jumlah Sarana/Fasilitas
Kesehatan, (3) Akses Panghubung yang memadai dan
(4) Jumlah
Toko/warung kelontong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar